YOGYAKARTA : Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi menyebutcita cita mewujudkan swasembada bidang pertanian saat ini tak bisa dilepaskan dari bagaimana peran aumber eaya manusia (SDM) dalam mengikuti perkembangan jaman.
“Kita, khususnya generasi saat ini dituntut menguasai teknologi bidang pertanian untuk bisa menjamin bahwa produksi dalam negeri, mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam hal ekspor komoditas,” ujar Dedi Nursyamsi ditemui awak media usai membuka forum Symposia Nasional Pendidikan Vokasi 4.0 dan Lokakarya Politeknik Pertanian di Royal Ambarrukmo Hotel Yogyakarta Rabu (27/11) sore. 
Dedi mengatakan, ada tiga pengungkit produktivitas pertanian. Pertama yakni sarana prasarana. Kedua, inovasi teknologi, dan yang ketiga adalah pemberdayaan SDM pertanian. 
“Di antara tiga itu, yang paling penting adalah pemberdayaan sumber daya manusia pertanian. Karena sumber daya manusia pertanian profesi yang hebat itu dia yang akan men-drive, ya infrastruktur, men-drive inovasi teknologi pertanian,” katanya usai mengisi 
Dedi mengatakan tujuan pembangunan pertanian yang pertama yaitu menyediakan pangan untuk 267 juta jiwa penduduk Indonesiadari Sabang sampai Merauke. Kedua, meningkatkan kesejahteraan petani. Kemudian yang ketiga mengenai ekspor. 
Dedi juga mengungkapkan, salah satu tujuan pertanian pembangunan nasional itu adalah ekspor. Indonesia bersaing dengan negara-negara lain untuk mengekspor komoditas yang mungkin sama. 
“Kalau dia tidak tidak mampu bersaing, udah wasallam berhenti dia. Nah yang mampu berdaya saing itu adalah para praktisi, eksekutor, pelaku pertanian yang mempunyai jiwa entrepreneurship. Mempunyai jiwa bisnis yang pintar jual, dia harus mampu mengakses modal,” ujarnya.
Ia mengatakan untuk mencapai tujuan itu perlu sumber daya manusia pertanian yang handal, professional, mandiri, mampu berdaya saing, mempunyai jiwa entrepreneurship. “Oleh karena itu pendidikan vokasi, pelatihan vokasi itu mutlak untuk menciptakan para sumber daya manusia pertanian yang professional,” ucapnya. 
Pendidikan vokasi melalui pelatihan vokasi saat ini digenjot kemampuan kapasitas pertaniannya. Utamanya petani milenial karena mereka merupakan generasi penerus.
“Searah dengan visi presiden Republik Indonesia, terkait dengan pengembangan SDM yang berkarakter dan terampil di sektor pertanian, saat ini masih belum match antara supply dan demand tenaga kerja  pertanian, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan inovasi teknologi serta menghasilkan lulusan yang professional, berjiwa kewirausahaan, kreatif, dan berkarakter tangguh,” ujarnya.
Menurut Dedi hal ini menjadi penting, mengingat tenaga kerja pertanian Indonesia dalam penyerapan tenaga kerja nasional memiliki kontribusi terbesar,  sekitar 35,3% sesuai pemetaan Kementan.
“Paradigma Pendidikan vokasi sangatlah dibutuhkan untuk menghadapi kompetensi yang cukup tinggi bagi para lulusan yang nantinya akan menjadi job seeker dan job creator,” ujarnya.
Tantangan lainnya terkait dengan jumlah petani muda yang setiap tahun terus menurun. Berdasarkan hasil analisis terhadap data Sensus Pertanian 2003–2013, menurutnya  diketahui bahwa tenaga kerja pertanian didominasi tenaga kerja usia tua lebih dari 40 tahun, tenaga kerja usia muda jumlahnya tidak banyak dan cenderung  merosot dibandingkan 10 tahun sebelumnya
“Di sisi lain, kita saat ini memasuki Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0, di mana merupakan perwujudan dari masyarakat pintar, BIG DATA, internet of things (IoT), kecerdasan artifisial, dan robot melebur dalam kegiatan industri dan seluruh segmen sosial,” ujarnya.
ATX