
BERITANET.ID -Alim Sugiantoro akhirnya menjawab insiden seputar dugaan penutupan total pintu gerbang Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio Tuban sejak Selasa (9/6).
Nama tokoh dari salah satu kubu di kelenteng yang bertikai itu disebut Soedomo Mergonoto, salah satu pengelola kelenteng, berkompeten menjawab penutupan gerbang.
Nama lain yang disebut adalah Paulus Willy Afandy, pengelola kelenteng, dan Tjing Hai alias Soejanto, karyawan pengelola kelenteng.
Dalam klarifikasinya, Alim mengutip jawaban Soedomo Mergonoto yang tidak menyetujui pemilihan pengurus dan penilik yang digelar Tjong Ping pada Minggu (8/6).
Begitu juga Paulus Willy Afandy yang tidak menyepakati. Karena itu, hasil pemungutan suara tersebut dinyatakan tidak sah.
Dia kemudian merujuk hasil kesepakatan rapat di kantor Soedomo pada 5 Juni yang kemudian dituangkan dalam surat yang ditujukan kepada Tjong Ping selaku ketua panitia.
Seperti diberitakan, dalam surat tersebut, dua dari tiga pengelola kelenteng menyatakan tidak setuju dengan pemilihan tersebut. Satu pengelola lainnya, Alim Markus.
Ikut hadir sekaligus menyetujui keputusan tersebut, Pepeng Putra Wirawan, Alim Sugiantoro, dan Gunawan Herlambang. Tjong Ping yang diundang rapat tersebut tidak hadir.
Dalam surat tersebut, mereka menyatakan sepakat belum dapat mengembalikan TITD Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong kepada umat Tuban. Pertimbangannya, karena poin-poin dalam akta kesepakatan bersama, persisnya pada nomor 8 yang dibuat di hadapan notaris Joyce Sudarto belum terlaksana.
Mengacu pertimbangan tersebut, mereka juga sepakat untuk tidak menyetujui pelaksanaan pelantikan pengurus dan penilik kelenteng. ‘’Termasuk ikut tanda tangan Pepeng Putra Wirawan yang ikut, tidak setuju pemilihan tersebut,’’ tulis mantan ketua penilik TITD Kwan Sing Bio Tuban itu.
Alim lebih lanjut mengatakan, surat pernyataan Tjong Ping (yang tidak mengunjungi kelenteng selama 30 hari) hanya sekadar memberi gula-gula saja. Apalagi, momen sebulan lagi bertepatan dengan HUT Kongco Kwan Sing Tee Koen.
‘’Ini sangat berbahaya sekali,’’ tegas dia yang kemudian mengingatkan peristiwa yang dinilai kurang beretika dan rawan konflik di kelenteng pada 8 Juni kembali terulang.
Peristiwa dimaksud adalah kedatangan Tjong Ping dan rombongan yang memaksa melakukan puak pwee sekaligus ikrar pengurus-penilik terpilih di depan altar setelah pemilihan.
Alim juga mengutip rekaman pernyataan lisan Tjong Ping yang siap mati asal kelenteng tidak diambil orang Surabaya. ‘’Ini bicara apa kok bilang asal tidak diambil? Kapan orang surabaya mengambil kelenteng?’’ bantah pria bernama keturunan Liem Tjeng Gie itu.
Alim memastikan, selamanya pengelola Surabaya tidak pernah mengambil alih kelenteng. Justru umat Tuban yang meminta tolong mereka untuk mendamaikan dan membantu managemennya.
‘’Bukan dibolak-balik menjelekkan. Ini bahaya menjelekkan orang,’’ imbuhnya.
Dia menyebut kata-kata Tjong Ping tersebut dinilai merendahkan. Menurutnya, yang bersangkutan harus mengedepankan sopan santun dan etika.
Apalagi, di tempat ibadah dan kepada orang yang sudah dimintai bantuan (mendamaikan kelenteng, Red).
Menurut dia, tuduhan dan fitnah tersebut sangat tidak baik. Terlebih, dia jadi panutan di tempat ibadah.(*)