BERITANET.ID : Ratusan kiai dan nyai di Daerah Istimewa Yogyakarta berkumpul di Kampus Terpadu UNU Jogja, di Banyuraden, Jumat (4/8/2023), untuk menghadiri “Damparan #3: Forum Silaturahmi Kiai – Bu Nyai se-DIY”.
Agenda yang digelar bersama Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU DIY ini mengangkat tema “Sinergi Pesantren dan Perguruan Tinggi NU”. Melalui tema tersebut, pondok-pondok pesantren di DIY dan UNU Yogyakarta berkomitmen untuk saling mendukung dalam memajukan NU dan melahirkan kader profesional dari kalangan nahdliyin.
Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita menjelaskan, salah satu bentuk dukungan UNU Yogyakarta ke pesantren adalah tersedianya 250 beasiswa kuliah untuk para santri. Beasiswa diberikan secara penuh, yakni berupa biaya masuk dan SPP, diperuntukkan bagi santri yang tidak mampu, tapi memiliki komitmen yang tinggi dalam menuntut ilmu.
“UNU Yogyakarta siap membantu santri dan kalangan nahdliyin yang mau kuliah tapi terkendala biaya. Jadi tidak ada ceritanya santri tidak bisa kuliah karena kesulitan ekonomi,” ujar Widya dalam sambutannya.
Komitmen ini seiring upaya UNU Yogyakarta untuk mencetak kader NU yang profesional di berbagai bidang yang selama ini belum digarap NU secara optimal, seperti bidang teknologi informasi, keuangan, dan kesehatan.
“Mayoritas kampus-kampus NU fokus pada studi agama. Ini penting, tapi harus diimbangi dengan pengembangan di bidang-bidang lain. UNU Yogyakarta akan mengisi ruang kosong itu,” tuturnya.
Komitmen sinergi dengan dunia pesantren itu seiring dengan berbagai capaian UNU Yogyakarta dalam mengembangkan pendidikan. Salah satunya rencana pendirian School of Future Studies bersama Uni Emirat Arab (UEA) yang membantu pembangunan gedung baru di samping Kampus Terpadu saat ini.
“Ini tak lepas dari doa dan restu para kiai dan bu nyai. Jadi kalau ditanya gedung ini milik siapa? Ini milik kita bersama,” seloroh Widya yang disambut tepuk tangan hadirin kiai dan nyai se-DIY.
Adapun Ketua RMI PBNU KH. Hodri Arief menegaskan, bahwa memang sudah semestinya berbagai pihak di kalangan NU harus berkolaborasi. “Kerja sama ini bukan pilihan, tapi suatu kewajiban. Hanya melalui kerja sama dan memperkuat jaringan inilah NU bisa maju,” katanya.
Apalagi hal ini sesuai dengan cita-cita Ketua Umum PBNU bahwa kader-kader terbaik NU harus menjadi figur-figur profesional yang kapabel dalam teknologi dan birokrasi. Harapan ini bertolak dari kondisi minimnya kalangan santri yang siap terjun ke bidang-bidang teknokratik.
Bahkan, ada cerita bahwa Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sempat kesulitan mencari menteri dari kalangan santri.
“Jadi gagasan Gus Ketum harus disambut para santri dan kader-kader NU. Santri harus memberi warna positif ke bangsa dan negara dalam jangka panjang,” ujarnya.
Apalagi saat ini keislaman NU makin dikenal secara global dan menjadi rujukan keislaman dunia. Untuk mewujudkan itu, kerja sama antara pondok pesantren dan perguruan tinggi harus diperkuat.
“Kiai dan nyai beserta wali santri dapat mengarahkan para santri untuk mewujudkan gagasan NU merawat jagat dan membangun peradaban melalui kemampuan pendidikan dan keilmuan yang mumpuni,” katanya.
Hadir di tengah ratusan kiai dan nyai, antara lain Rais Syuriah PWNU KH. Mas’ud Masduqi, Ketua PWNU DIY KH. Zuhdi Muhdlor, dan Ketua RMI NU DIY KH. Muhammad Nilzam Yahya. Melalui agenda ini juga digelar talkshow dengan narasumber KH Ahmad Said Asrori dan Prof. Syahiron Syamsuddin, dengan moderator Wakil Rektor UNU Jogja Abdul Ghoffar.