YOGYAKARTA: Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Sleman menggelar Rapat Kerja Cabang di Hotel Sahid Sleman Minggu 9 Februari 2020.
Tak kurang 800 apoteker yang juga berasal dari perwakilan lima kabupaten/kota DIY turut hadir dalam acara itu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Joko Hastaryo membuka Rapat Kerja Cabang Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Sleman itu melalui pemukulan gong sebagai simbol peresmian rakercab itu. Ia didampingi Dr. Nanang Munif Yasin, M.Pharm., Apt. selaku Ketua PD IAI DIY juga Ketua PC IAI Sleman Deddy Setyono, S. Farm.,Apt.
Sebelum dilangsungkannya acara utama, ratusan apoteker lebih dulu menggelar aksi narasi teaterikal memprotes Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 3 Tahun 2020.
Aturan itu dianggap merugikan profesi apoteker karena memuat salah satu poin yang menyatakan bahwasanya profesi apoteker tidak termasuk lagi dalam kategori tenaga medis melainkan menjadi tenaga non medis.
“Saya juga heran dengan aturan yang baru ini. Padahal di aturan sebelumnya PMK 30/2019 yang sempat hidup beberapa bulan saja masih memasukkan profesi apoteker
sebagai tenaga penunjang medik. Mudah mudahan ini hanya kekhilafan saja, kalah kesengajaan kok lucu,” ujar Joko dalam sambutannya.
Joko menuturkan sejak Kementerian Kesehatan ada sekian lama dan para tokoh tokohnya banyak dari kalangan apoteker, profesi apoteker tak lepas dari bagian tenaga medis.
Dalam aksinya para apoteker itu menyalakan lampu pada telepon genggamnya serta mengusung berbagai poster kecaman atas PMK 3/2020 yang dinilai merugikan profesi apoteker.
Berbagai poster protes yang diangkat itu berbunyi seperti ‘Save Apoteker’ , ‘Menolak Tunduk’, juga ‘Tolak PMK 3/2020’.
Di tengah suasana haru seperti tengah berkabung itu, ratusan apoteker menyanyikan lirih hymne dan mars IAI kebanggaan mereka.
Ketua PD IAI DIY Dr. Nanang Munif Yasin, M.Pharm., Apt. dalam sambutannya menegaskan aturan PMK 3/2020 itu telah jelas jelas sudah menciderai sekaligus merugikan profesi apoteker.
“Kami akan kirimkan surat penolakan ke IAI pusat dan mendesak judicial review ke MK atas aturan itu,” ujarnya.
Salah satu poin yang dianggap merendahkan dan merugikan apoteker dalam aturan baru PMK 3/2020 yang tengah disosialisasikan pemerintah itu tak lain ketentuan dimasukkanya profesi apoteker dan pelayanan kefarmasian dalam cluster pelayanan non-medik atau tenaga non medis.
Dengan ketentuan dimasukkannya profesi apoteker sebagai tenaga non-medis itu membuat dampaknya panjang.
Satu sisi profesi apoteker menjadi tak terjamin lagi mendapatkan hak hak seperti peningkatan kompetensinya juga kewajiban layanan pada masyarakat mendapat pengetahuan kefarmasian terganggu. Tak hanya itu, sebagai tenaga non medis para apoteker yang tengah bekerja di berbagai layanan kesehatan seperti rumah sakit berpotensi dihentikan jasanya sewaktu waktu.
Ketua Ikatan Apoteker (IAI) Indonesia Cabang Sleman, Deddy Setyono, menjelaskan PMK 3/2020 itu secara langsung telah mengabaikan peran apoteker dalam menunjang kesehatan di tataran masyarakat.
Pihaknya mendesak aturan itu dibatalkan atau direvisi dengan mendengar masukan organisasi ikatan apoteker.
“Selama ini apoteker bekerja terjun ke masyarakat, memberi pengetahuan bagaimana cerdas menggunakan obat. Bahkan seringkali apoteker terjun ke lapangan melayani pasien dengan resiko tertular seperti misalya melayani pasien TB (Tuberculosis), agar benar konsumsi obat,” ujar Deddy.
Dengan memasukkan apoteker sebagai tenaga non medis, ujar Deddy, jelas menyakiti hati para apoteker yang selama ini berjuang menunjang kesehatan.
Deddy mengatakan tak diakuinya apoteker sebagai tenaga medis praktis ke depan apoteker tak akan mendapat pelatihan pelatihan penunjang kompetensi keahlian.
Padahal untuk praktek bidang kefarmasian aturannya jelas, harus ada sertifikasi kompetensi dan teregistrasi dalam Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Reporter : Wit/ Editor : Hidayat Ridho