
BERITANET.ID – Selain fokus pada perlindungan hak penghuni dan keberpihakan pada MBR, Fraksi Partai NasDem juga menyoroti aspek penataan tata ruang kota dalam pembahasan raperda Rumah Susun (Rusun).
Fraksi ini menilai, pengawasan ketat dari eksekutif sangat dibutuhkan agar tujuan penataan ruang dapat tercapai maksimal.
Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Yogya, Sigit Wicaksono, secara khusus berharap agar eksekutif dapat meningkatkan pengawasan terhadap para pelaksana Pembangunan Rumah Susun.
Menurutnya, langkah ini penting agar pemenuhan kebutuhan perumahan dapat terlaksana dengan baik, sekaligus membantu penataan tata ruang Kota Yogya.
Sigit Wicaksono menjelaskan, “Pasalnya optimasi penggunaan sumber daya tanah perkotaan sebagai upaya penataan ruang dan bangunan perkotaan, merupakan bagian dari tujuan regulasi perda rusun.”
Ia juga mengingatkan bahwa regulasi ini akan mengatur tentang standar konstruksi, penggunaan lahan dan pemiliharaan lingkungan, melindungi hak penghuni, dan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan.
“Kami Fraksi Partai NasDem menegaskan proses partisipasi masyarakat dan melindungi hak penghuni agar Pemkot Yogya menindaklanjuti dalam bentuk program kerja nyata ke depannya sehingga bangunan layak huni Kota Yogya bagi masyarakat bisa terpenuhi secara maksimal,” tandasnya dalam sidang paripurna yang digelar Kamis (9/10).
Seperti diketahui, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rumah Susun (Rusun) DPRD Kota Yogyakarta mulai menggulirkan wacana penerapan konsep Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) untuk Rusun Cokrodirjan.
Wacana ini muncul sebagai solusi permanen bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang menghuni di sana.
Rusun Cokrodirjan, yang merupakan rusun pertama Pemkot (dibangun Pusat 2003) dan belum ada perombakan, sangat cocok dijadikan Rusunami. Pertimbangan utamanya adalah ketiadaan daftar tunggu calon penghuni.
Rusunami akan memberikan kepastian dan jaminan hidup, karena secara teknis konsep ini mirip apartemen bersubsidi yang memberikan hak milik kepada penghuni.
Namun, jika MBR tidak mampu membeli hunian sendiri dan tidak ada waiting list, maka Rusunami menjadi jawaban atas kewajiban pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan papan.
Selama ini minimnya peminat di Cokrodirjan disebabkan oleh kondisi fisik yang sudah lama dan kamar yang hanya berukuran 21 meter persegi, yang membuat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) berpikir ulang untuk mengajukan.
Jika dilihat dari waiting listnya yang tidak ada, sebenarnya layak untuk dijadikan rusunami.