
BERITANET.ID – Komisi C DPRD Kota Yogyakarta mengambil sikap kritis terhadap efektivitas peraturan daerah dalam menangani krisis sampah plastik.
Alat kelengkapan dewan ini secara resmi mengusulkan agar Pemerintah Kota Yogyakarta mengakhiri era pembatasan dan segera memberlakukan pelarangan total penggunaan plastik sekali pakai di seluruh sektor ritel.
Kepedulian ini muncul setelah Ketua Komisi C DPRD Kota Yogya, Bambang Seno Baskoro, mengevaluasi Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 40 Tahun 2004. Perwal yang mengatur penggunaan kantong plastik ini dinilai tidak cukup kuat untuk menekan volume sampah yang terus menggunung.
“Aturan yang ada saat ini masih menyisakan kelonggaran, hanya berupa pembatasan. Kami justru mengusulkan ada pelarangan penuh untuk plastik sekali pakai karena sampah plastik kita masih terbilang tinggi,” jelas Bambang, Senin (29/9).
Belajar dari Daerah Lain: Mendorong Tas Guna Ulang
Motivasi utama di balik usulan radikal ini adalah keberhasilan implementasi serupa di berbagai daerah lain. Bambang Seno Baskoro menekankan bahwa pelarangan total akan efektif karena secara langsung memaksa konsumen mengubah kebiasaan.
Target spesifik kebijakan ini adalah toko-toko belanja (ritel modern, toko kelontong, hingga pasar tradisional) agar mereka tidak lagi menyediakan kantong plastik sekali pakai. Praktik ini bertujuan untuk menciptakan situasi di mana konsumen secara otomatis harus membawa tas belanja guna ulang atau tas kain.
“Di daerah lain, sistemnya sudah tidak ada penyediaan kantong sama sekali, sehingga otomatis masyarakat harus bawa tas atau tempat sendiri. Ini adalah kunci strategis kami untuk mengurangi sampah plastik,” imbuhnya.
Kebijakan Non-Sanksi Produksi, Tapi Kewajiban Toko
Bambang juga meluruskan persepsi publik, menegaskan bahwa usulan Komisi C ini bukan intervensi terhadap sektor industri dengan melarang produksi plastik. Sebaliknya, ini adalah kebijakan regulasi bagi toko-toko agar mereka berhenti mendistribusikan kantong sekali pakai dan beralih menganjurkan alternatif ramah lingkungan, seperti tas kain.
Pada akhirnya, pelarangan ini dianggap bukan hanya alat untuk menekan timbulan sampah, tetapi juga sebagai katalisator utama untuk membangun kesadaran kolektif di kalangan warga Yogya.
Meskipun Komisi C fokus pada pembentukan kerangka kebijakan, mereka mengakui bahwa aspek sanksi atau punishment bagi pelanggar akan diatur dalam regulasi teknis yang terpisah.
“Ranah kami hanya bicara kebijakan, yaitu kebijakan untuk pengurangan sampah plastik melalui pelarangan tadi,” pungkas Bambang, mendesak Pemerintah Kota Yogyakarta untuk segera menindaklanjuti usulan guna mempercepat upaya menuju kota bebas sampah plastik.